08 September 2009

JUAL BENIH PATIN UKURAN 3/4 DAN 1 INCI

Kami menyediakan benih berkualitas jenis patin siam (Pangasius hypopthalmus) ukuran 3/4 dan 1 inch. Lokasi farm kami di daerah Depok, Jawa Barat. Bagi yang berminat dan ingin memesan dapat menghubungi no dibawah ini:

Septyan (02194689983) atau Akbar (087877172830)

08 Juni 2009

Pengolahan Agar - Agar Kertas Secara Tradisional

Rumput Laut merupakan salah satu komoditas perikanan yang tumbuh tersebar luas di hampir selauruh perairan Indonesia. Jenis rumput laut yang dikenal mempunyai nilai ekonomis adalah Eucheuma sp., Gracilaria sp., dan Hypnea sp. Disamping untuk konsumsi manusia, rumput laut dapat pula diolah menjadi produk lain untuk keperluan industri seperti agar - agar, karaginan, algin dan sebagainya.

Agar - agar pada umumnya dibuat dari rumput laut jenis Gracilaria sp dan bentuk produknya ada beberapa macam antara lain agar tepung, agar batangan dan agar kertas. Agar kertas merupakan produk kering, berbentuk lembaran seperti kertas dan sangat tipis. Teknologi pengolahan agar kertas maupun peralatan yang digunakan sangat sederhana apabila dibandingkan dengan cara pengolahan agar tepung maupun agar batangan. Oleh karena itu pengolahan agar kertas ini mudah diterapkan oleh pengolah kecil dan sangat cocok apabila dikembangkan di daerah penghasil rumput laut.

Bahan dan Peralatan

Bahan:
Bahan baku : Rumput laut
Bahan tambahan : kapur gamping, bahan penjendal (KOH/KCL), air bersih

Peralatan:
- Wadah untuk perendaman , pencucian dan pemucatan rumput laut
- Alat perebus
- Wadah dan kain untuk penyaringan
- Pan dan rak untuk penjendalan
- Alat pemotong agar
- Kain blacu/kantung terigu untuk membungkus potongan agar
- Alat pengepres
- Rak untuk pengeringan agar

Cara Pengolahan

1. Pembersihan
Pembersihan ini dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran seperti karang atau bntuan lain dan rumput laut jenis lain. Bahan baku rumput laut (kering laut) direndam dalam air tawar bersih selama lebih kurang 2 jam, kemudian dicuci sambil diremas - remas; kotoran dan karang yang masih menempel dipisahkan dari rumput lautnya kemudian diibilas beberapa kali dengan air sampai bersih.

2. Pemucatan
Tahap ini dimaksudkan untuk mengurangi intensitas warna merah sehingga dapat diperoleh produk agar kertas yang berwarna keputihan. Rumput laut yang telah bersih kemudian direndam sambil diaduk dalam larutan kapur 0,5%, selama 5 - 10 menit. Setelah itu dibilas 3 kali dengan air, ditiriskan sampai benar - benar bersih (bebas kapur) dan selanjutnya dijemur sambil dibalik beberapa kali.

3. Perendaman
Untuk menghilangkan sisa - sisa bahan pemucat dan memudahkan tahap ekstraksir, rumput laut perlu direndam terlebih dahulu selama satu malam.

4. Perebusan
Rumput laut yang telah direndam 1 malam kemudian direbus untuk mengekstrak agarnya dalam air sejumlah 20 kali berat rumput laut kering yang diolah. Dua pertiga bagian (14 kali) dari jumlah air perebus ini digunakan untuk perebusan pertama selama 2 jam. Sedangkan sisanya (6 kali) digunakan untuk perebusan kedua (perebusan ampas) selama 15 jam. Suhu selama perebusan dipertahankan antara 85 - 90 derajat selsius. setelah perebusan kemudian dilakukan penyaringan.

5. Penjendalan
Filtrat/cairan dari hasil penyaringan pada perebusan pertama dan kedua dicampur menjadi satu kemudian ditambah KOH atau KCL sebanyak 2 - 3% dari berat rumput laut yang diolah dan dipanaskan selama 15 menit. Cairan ini kemudian dituang ke dalam pan/cetakan dan dibiarkan menjendal selama 1 malam. Dengan penjendalan ini kotoran akan mengendap sekaligus memudahkan untuk memotong agar.

6. Pemotongan dan Pengepresan
Agar yang sudah menjendal kemudian dikeluarkan dari cetakan, selanjutnya dipotong setebal 8 - 10 mm. Setiap lembar potongan kemudian dibungkus dengan kain, disusun dalam bak pengepres dan dipres (untuk mengeluarkan air) dengan penambahan beban secara bertahap.

7. Pengeringan
Agar yang telah dipres kemudian dijemur bersama kain pembungkusnya sampai kering, kemudian dilepas satu per satu dari kain pembungkusnya.

8. Sortasi dan Pengemasan Produk Akhir
Agar kertas yang diperoleh kemudian disortir mutunya, dirapikan bentuknya dan selanjutnya dikemas dalam kantung - kantung plastik dengan berat sekitar 100 gram per kantung.

01 Mei 2009

Vaksin Aeromonas hydrophila

Penyakit bakterial sering menimbulkan kerugian pada usaha budidaya ikan air tawar antara lain penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia dan antibiotik, namun selain biayanya relatif mahal juga dapat mengakibatkan efek sampingan.

Vaksinasi merupakan cara yang efektif dalam usaha penanggulangan penyakit pada ikan air tawar. Upaya ini dapat meningkatkan kekebalan pada tubuh ikan terhadap serangan penyakit tertentu selama jangka waktu 4 - 6 bulan, sehingga angka kematian dapat ditekan sekecil mungkin.

Hasil penelitian Balitkanwar Bogor membuktikan bahwa ikan yang divaksin bakteri A. hydrophila kelangsungan hidupnya lebih baik (60 - 80%), dibandingkan dengan yang tidak divaksin (10 - 15%).

Syarat - Syarat Vaksinasi

Untuk memperoleh keberhasilan vaksinasi, maka perlu dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  • ikan harus dalam kondisi sehat
  • umur ikan minimum 3 minggu
  • kualitas air harus baik
  • suhu air berkisar antara 26 - 28

Jenis Ikan

Ikan yang dapat divaksin meliputi semua jenis ikan budidaya air tawar yang rentan terhadap penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila.

Cara Vaksinasi

Vaksinasi dapat dilakukan melalui rendaman, suntikan dan pakan.

1. Vaksinasi melalui rendaman

Cara ini merupakan yang paling praktis dan efisien karena dapat dipakai untuk ikan ukuran kecil (benih) dan dalam jumlah besar, tidak menimbulkan stress, dan pelaksanaannya cukup mudah.

Dosis dan waktu

Ikan direndam dalam larutan vaksin dengan dosis 25 cc vaksin/m kubik air atau 2,5 cc vaksin/100 liter air selama 15 - 30 menit dengan kepadatan ikan 20 - 50 gr/liter air.

2. Vaksinasi melalui suntikan

Cara ini terutama digunakan untuk ikan yang ukurannya besar, induk dan ikan yang bernilai ekonomi tinggi.

Dosis

Penyuntikan dilakukan secara intraperitoneal (melalui rongga perut) dengan dosis 0,1 cc vaksin per 100 gram bobot ikan.

3. Vaksinasi melalui pakan

Cara vaksinasi ini dilakukan pada ikan yang diberi pakan pellet. Cara ini biasanya dilaskukan sebagai vaksinasi ulang (booster). vaksin diberikan dengan cara mencampur terlebi dahulu dengan bahan pengikat (binder) antara lain zat putih telur dan minyak sayur, kemudian dilekatkan pada permukaan pelet.

Dosis

Dosis vaksin yang diberikan antara 3 - 5 cc/kg bobot tubuh ikan. Pakan yang telah ditempeli vaksin diberikan dalam satu kali pemberian pada saat ikan dalam keadaan lapar.

29 April 2009

Teknologi Pembenihan Ikan Golden Trevally (Gnathanodon speciosus Forsskall)

Gnathanodon speciosus, dikenal dengan nama Golden Trevally atau Ikan Kue, ikan ini dapat digunakan sebagai ikan hias dengan nama ikan pidana kuning. Ikan ini berpeluang sebagai spesies kandidat yang dapat dikembangkan dalam usaha budidaya. Ikan ini biasanya hidup pada perairan pantai yang dangkal, karang dan batu karang, termasuk spesies benthopelagic. Ikan ini dapat hidup pada kedalaman 12 m dan sering ditemukan pada laut tropis dan sub tropis. Ikan kue memiliki warna yang kontras keemasan dan bergaris-garis hitam. Termasuk famili dari ikan Carangidae. Benih ikan dapat mencapai juvenil pada umur 30 - 35 hari dan pertumbuhannya relatif cepat. Dalam upaya mendukung usaha pengembangan budidaya ikan hias laut secara berkelanjutan dan ramah lingkungan, maka masih diperlukan riset dan pengembangan teknologi perbenihan dan pembesaran. Produksi masal benih ikan Pidana Kuning atau Golden Trevally (Gnathanodon speciosus, Forsskall) untuk komersialisasi sebagai ikan hias laut dapat dilakukan secara berkelanjutan.

Sumber Induk

Induk Golden Trevally merupakan hasil tangkapan dari alam dengan menggunakan alat tangkap jaring dan pancing di perairan daerah Jawa Timur dan Bali. Setelah tertangkap induk tersebut ditampung dan dipelihara di Karamba Jaring Apung (KJA) selama 10 - 15 hari sampai induk sehat dan mau makan kemudian diangkut dan dipelihara dalam tangki.

Pemeliharaan Induk

Induk ikan dipelihara dengan menggunakan dua bak beton berbentuk bulat dengan warna biru volume 30 - 50 ton. Ikan dipelihara dengan sistim resirkulasi dengan jumlah pergantian air sekitar 200 - 300%/hari. Pakan yang diberikan berupa pakan segar henis ikan dan cumi segar dicampur dengan vitamin mix sekitar 5 - 10 g/kg. Jumlah pakan yang diberikan 3 - 5% biomass per hari diberikan pada pagi dan sore. Untuk menjaga agar ketersediaan oksigen yang optimum dalam air, setiap bak dilengkapi dengan 3 - 4 buah saluran aerasi.

Dari hasil pemeliharaan sekitar 20 ekor calon induk ikan sudah dapat dipelihara dan dilakukan pengamatan terhadap perkembangan gonad untuk mengatahui induk jantan dan bentina. Gonad induk ikan sudah berkembang dan memijah sebanyak 68 kali, menghasilkan telur yang dibuahi sebanyak 6.880.000 butir. Pemijahan alami ikan terjadi setiap bulan pada pukul 17.00 - 19.00 WITA dan sekitar (2 - 17 jam kemudian telur akan menetas).

Persiapan Bak

Tahap awal yang harus dilakukan adalah mempersiapkan bak yang akan digunakan untuk pemeliharaan larva. Bak yang digunakan berbentuk bulat atau persegi terbuat dari fiber glass atau beton dengan volume 1 - 8 ton. Sebelumnya bak dicuci dengan bersih dari kotoran - kotoran untuk menghilangkan hama dan penyakit. Pencucian dilakukan dengan menyikat dinding dan dasar bak, dan membilas dengan larutan chlorine hingga merata. Setelah kering diisi air laut dan disaring dengan menggunakan filter bag atau sand filter sampai mencapai ketinggian 75 cm.

Pemeliharaan Larva

Dalam pemeliharaan larva ikan kue, pakan alami yang diberikan adalah plankton jenis Nannochloropsis, Rotifera, naupli artemia dan udang mysid serta pakan buatan. Pemberian naupli artemia dilakukan pada umur 8 hari sampai umur 20 hari, kemudian sebagai pakan tambahan diberi pakan buatan pada umur 15 hari sampai umur 40 hari. Pergantian air dilakukan pada larva umur 10 hari sebanyak 20%, kemudian meningkat hingga 50 - 80%. Setelah umur 30 hari pemeliharaan dapat dilakukan dengan cara air mengalir atau sirkulasi. Penyiponan dasar bak dilakukan pada saat larva umur 12 hari, kemudian dilakukan setiap 2 hari sekali. setelah umur 35 hari larva ikan kue mencapai ukuran 3 - 4 cm dapat dilakukan panen.

20 April 2009

Budidaya Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Dalam Keramba Jaring Apung

Kerapu macan dalam bahasa Inggris disebut juga brown marbled grouper, carpet cod, flowery cod dan blotchy rock cod. Ikan ini telah dibudidayakan secara luas di Asia Tenggara. Harga Kerapu macan hidup ditingkat pengumpul di Indonesia berkisar antara Rp. 80.000 - 100.000/kg atau sekitar US$ 12 - 17 di Hongkong tergantung ukuran ikan.

Ukuran benih sekitar 8 cm, kerapu ini dapat dibudidayakan hingga ukuran pasar 0,5 kg dalam waktu 8 - 10 bulan. Di Indonesia, benih ukuran ini telah tersedia di hatchery. Pada tahun 2002, sekitar 2 juta benih telah dihasilkan di Bali (sekitar Gondol), Lampung dan Jawa Timur (Situbondo). Harganya berkisar antara Rp. 3.000 - 8.000 per ekor dengan ukuran panjang total 4 - 10 cm. Pada ukuran ini benih kerapu macan memiliki sifat kanibal.

Pada budidaya kerapu, masalah besar adalah serangan penyakit oleh virus, seperti infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) dan Iridovirus. Sesekali terjadi serangan penyakit, akan terjadi mortalitas yang tinggi. Hingga saat ini, belum ada cara pengobatan untuk penyakit ini. Untuk mencegah penyakit ini, perlu dilakukan upaya secara berkesinambungan untuk mencegah terjadinya stres dari ikan yang dibudidayakan dan mempertahankan agar ikan selalu dalam kondisi sehat.

Pemilihan Lokasi

Lokasi budidaya harus terlindung dari gelombang besar air laut dan angin kencang. Kerapu di dalam jaring biasa berada pada dasar jaring kecuali pada saat pemberian pakan. Oleh karena itu, bila jaring selalu terganggu oleh gelombang besar, maka ikan akan mengalami stres berat. Perubahan salinitas dan air kotor akan memberikan efek yang membahyakan pada ikan kerapu. Air tawar dari sungai atau air hujan dan air limbah budidaya tambak udang atau pabrik harus dihindari untuk tidak mengalir ke lokasi budidaya.

Pengadaan Benih

Benih yang berasal dari hatchery harus dilakukan seleksi sebelum ditebar untuk budidaya pembesaran. Benih yang mengalami deformity (tidak normal) relatif lebih lemah dan mudah terserang penyakit, disamping itu cenderung menunjukkan pertumbuhan yang lambat.

Pemberian Pakan

Ikan rucah umum dipergunakan untuk makanan ikan kerapu. Akan tetapi cara ini berhubungan dengan beberapa masalah sebagai berikut :
  • Ketersediaan ikan rucah yang tidak kontinyu.
  • Memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk persiapan.
  • Kualitas ikan rucah yang tidak stabil.
  • Investasi tinggi (perlu freezer dll).
  • Mudah menimbulkan cemaran pada lingkungan budidaya.

Untuk melakukan budidaya kerapu dengan pelet, sangat penting untuk membiasakan benih dengan pelet selama di pendederan. Untuk memperbaiki imunitas dan mengurangi stres ikan yang dibudidayakan, disarankan untuk sesekali menambahkan vitamin C ke dalam pelet.

Kontrol Penyakit

Ciri - ciri umum adanya serangan penyakit adalah ikan kehilangan nafsu makan. Pengamatan kondisi pakan sangat penting untuk mendeteksi secara dini adanya penyakit pada ikan. Juga, pada saat kondisi ikan kerapu berubah menjadi jelek, biasanya sering berenang di permukaan air karena gelembung renang membengkak. Bila terdapat ikan semacam ini, pengamatan untuk mengetahui penyebabnya harus segera dilakukan.

Parasit cacing kulit dengan mudah menginfeksi pada kerapu yang dibudidayakan. Untuk menekan pengaruh pada parasit, disarankan untuk melakukan perendaman ikan dalam air tawar (5 menit) dan mengganti jaring setiap 2 - 4 minggu. Parasit lain yang umum dijumpai, seperti cacing insang dapat dibersihkan dari tubuh ikan dengan merendam masing - masing dalam air salinitas tinggi (60 ppt selama 15 menit) dan kutu ikan dengan hydrogen peroxude (150 ppm selama 30 menit). Kerapu kadang - kadang mengalami sirip busuk dan borok. Hal ini terjadi terutama akibat infeksi bakteri. Bila banyak ikan yang menunjukkan gejala ini, maka antibiotik harus segera diberikan. Pemberian ampicilin secara oral (5 - 20 mg/kg berat badan ikan) atau oxolinic acid (10 - 30 mg) adalah cukup efektif untuk infeksi ini. Hampir semua penyakit oleh bakteri dapat dikontrol dengan antibiotik akan tetapi sebelum ikan dipanen, antibiotik seharusnya tidak diaplikasikan pada periode berikut (misalnya : ampicillin, 5 hari ; oxolinic acid, 16 hari sebelum panen jangan diberikan).

06 April 2009

Pembenihan Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus)

Pemasaran ikan kerapu sunu (Plectropomus leopardus) hidup sebagian besar berasal dari penangkapan di alam. Pembudidayaan ikan kerapu sunu masih belum berkembang sehingga benih masih mengandalkan pasok dari alam, padahal ketersediaannya terbatas dan tergantung pada musim. Meningkatnya kebutuhan benih kerapu sunu untuk budidaya, memacu untuk dilakukannya pembenihan secara buatan dan terkontrol untuk mengantisipasi kebutuhan benih secara berkesinambungan.

Induk

Ikan kerapu sunu ditangkap dari alam dalam keadaan hidup untuk memenuhi pasaran ekspor dan domestik. Ikan ini banyak ditangkap di perairan NTB, NTT, Sulawesi, Jawa, Maluku dan Sumatera. Ikan yang digunakan sebagai induk terlebih dahulu diseleksi dan didomestikasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kisaran bobot ikan untuk induk betina 500 - 2.500 g dan 1.600 - 3.500 g untuk jantan.

Pemeliharaan Induk

Sebanyak 90 ekor induk ikan dengan perbandingan jantan dan betina 2 : 1 dipelihara dalam bak beton kapasitas 150 m3 dengan sistim air mengalir dan pergantian air sebanyak 300 - 400% per hari. Kisaran bobot tubuh dan panjang total induk betina 500 - 2.500 g dan 30 - 54 cm dan induk jantan 1.600 - 3.700 g dan 44 - 57 cm. Kondisi induk di dalam tangki harus dimonitor untuk menghindari kemungkinan serangan parasit terhadap ikan. Jenis parasit yang menyerang ikan kerapu sunu dalam tangki adalah herudenia. Biasanya parasit menyerang permukaan tubuh, insang, mulut, dan sekitar sirip. Induk yang terserang parasit atau luka dapat diobati dengan cara merendamnya dalam air laut yang berisi formalin 100 - 150 ppm selama 1 jam dan albazu yang dioleskan pada saat ikan akan dikembalikan ke dalam bak pemeliharan.

Pakan Induk

Pakan yang diberikan untuk induk berupa ikan rucah dan cumi segar dengan perbandingan 2 : 1, dengan penambahan vitamin mix. Penambahan vitamin C dan E masing - masing 50 mg dan 25 mg per kg pakan. Pemberian pakan dilakukan satu kali sehari di pagi hari.

Pemijahan Induk Kerapu Sunu

Induk ikan kerapu sunu pertama kali memijah secara alami setelah dipelihara selama 8 bulan di dalam tangki pemeliharaan. Kerapu sunu dapat memijah setiap bulan sepanjang tahun. Induk ikan kerapu sunu memijah di malam hari pada jam 23.00 sampai 02.00. Telur yang terkumpul dalam kolektor dapat dipanen pada jam 07.00 s/d 08.00 pagi.

Pemeliharaan Larva

Pemberian pakan selama pemeliharaan larva sebagi berikut : larva pertama kali diberi pakan 58 jam setelah telur menetas atau berumur 2 hari (D2), Pemnerian pakan awal dilakukan berdasarkan pengamatan perkembangan fase larva. Dari hasil pemeliharaan larva selama 45 - 55 hari diperoleh benih berukuran 2 - 3 cm. Adapun kendala utama yang dihadapi dalam pemeliharaan larva adalah pemberian pakan awal setelah kuning telur habis, larva memiliki bukaan mulut yang relatif kecil dari pada larva kerapu bebek dan kerapu macan. Oleh karena itu larva diusahakan mendapat pakan awal dengan ukuran yang sesuai seperti naupli copepod.

Penggelondongan

Juvenil yang baru dipanen dari bak larva masih kecil dengan kisaran panjang total (TL) 2,5 - 3,5 cm dan masih belum kuat untuk dipelihara di keramba jaring apung (KJA), sehingga perlu dipelihara beberapa lama dalam bak sampai mencapai ukuran gelondongan (6 - 10 cm) yang memerlukan waktu 4 - 6 minggu. Pada fase juvenil biasanya diberi pakan berupa jembret (udang kecil) dan pakan buatan. Pada penelitian gelondongan sebaiknya iberi pakan pelet untuk meningkatkan kualitas juvenil menjadi lebih baik. Pakan buatan dapat disesuaikan formulasinya sesuai dengan kebutuhan.

29 Maret 2009

Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)

Budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan pendapatan petani atau nelayan serta pemanfaatan lahan di pesisir pantai. Teknologi yang sederhana, daya serap pasar yang tinggi dan biaya produksi yang rendah merupakan kelebihan usaha budidaya rumput laut dibandingkan komoditas perikanan lainnya. Faktor penting yang sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya rumput laut antara lain pemilihan lokasi, penggunaan bibit, metode budidaya serta penanganan selama pemeliharaan.

Pemilihan Lokasi

Agar mendapatkan lokasi budidaya yang tepat harus mempertimbangkan faktor resiko, pencapaian dan ekologis yang meliputi:

  • Lokasi harus terlindung dari terpaan angin dan gelombang yang besar untuk menghindari kerusakan fisik rumput laut

  • Dasar perairan yang baik bagi pertumbuhan rumput laut (Kappaphycus sp.) adalah potongan karang mati bercampur dengan pasir karang

  • Kedalaman berkisar antara 30 - 50 cm pada surut terendah, agar tidak mengalami kekeringan karena terkena sinar matahari secara langsung

  • Salinitas perairan berkisar antara 28 - 34 ppt dengan nilai optimum 32 ppt

  • Suhu perairan berkisar 27 - 30 derajat selsius

  • Kecerahan dengan angka transparansi sekitar 1,5 m

  • Kisaran pH antara 6 - 9 dan diharapkan mencapai nilai optimal dengan kisaran 7,5 - 8,0

  • Kecepatan arus yang dianggap baik berkisar antara 20 - 40 cm/detik

  • Mudah dijangkau atau dekat dengan sarana dan prasarana transportasi

Pemilihan Bibit

Pemilihan bibit dalam budidaya rumput laut merupakan hal yang sangat penting. Hal - hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

  • Bibit yang berupa stek dipilih dari tanaman yang segar, dapat diambil dari alam, tanaman budidaya, atau hasil kultur jaringan.
  • Bibit unggul mempunyai ciri bercabang banyak.
  • Bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi usaha budidaya dalam jumlah yang memadai.
  • Pengangkutan bibit harus dilakukan dengan hati - hati dan cermat, dimana bibit harus tetap dalam keadaan basah.
  • Sebelum ditanam, bibit dikumpulkan pada tempat tertentu, seperti di keranjang atau jaring yang bermata kecil dan terhindar dari tumpahan bahan bakar minyak, kehujanan, dan kekeringan.

Metode Budidaya

Pada umumnya metode budidaya rumput laut K. alvarezii yang berkembang saat ini adalah metode permukaan (rakit atau tali rentang atau long line) dan metode lepas dasar. Sedangkan metode dasar atau metode sebar sudah jarang dilakukan.

Metode Permukaan :

  • Metode Rakit
    Bahan yang diperlukan adalah bibit tanaman rumput laut, potongan bambu berdiameter 8 - 12 cm, panjang 2,5 dan 5 meter, potongan bambu penyiku berdiameter 5 - 10 cm, tali rafia, tali pengikat bambu berdiameter 6 mm, tali ris diameter 4 mm, tali jangkar diameter 12 - 15 mm, serta jangkar dari besi, bongkah batu, atau adukan pasir. rakit dibuat dari bambu berukuran 2,5 x 5 m2, dimana satu unit usaha budidaya umumnya 10 rakit yang dirangkai dengan formasi 2 x 5 rakit. Bibit dengan kisaran bobot 50 - 150 gram diikat pada tali ris dengan jarak antar simpul 20 - 25 cm.
  • Metode Tali Bentang/Long Line
    Bibit dengan kisaran bobot 50 - 150 gram diikat pada tali bentangan nilon sepanjang 30 m dengan jarak antar simpul 15 cm. Setiap kali bentangan diberi pelampung sebanyak 5 buah untuk menjaga kestabilan bibit pada kedalaman 10 cm di bawah permukaan air selama pemeliharaan, Tali bentangan diikat pada tali ris utama dengan jarak 80 cm antar bentangan.

Metoda Lepas Dasar :

Bibit dengan berat 100 gram diikatkan pada seutas tali yang direntangkan dalam air dengan bantuan tiang pantang atau patok. Patok bambu atau kayu sepanjang 1 m ditancapkan sampai kira - kira setengah meter dan jarak tiap baris adalah 2,5 m.

Pemeliharaan dan Pemanenan

Selama pemliharaan, hal - hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

  • Pembersihan tanaman atau tumbuhan penempel atau benda - benda lainnya.
  • Penggantian tanaman yang rusak atau hilang dengan yang baru.
  • Perbaikan bangunan budidaya, seperti halnya tali atau jaring yang putus, tiang - tiang pancang yang tercabut dan bambu atau kayu yang patah.
  • Panen umumnya dilakukan bila tanaman telah mencapai berat 400 - 600 gram atau sekitar 30 - 45 hari sekali setelah panen berikutnya, hal ini sangat penting sehubungan dengan produksi karaginan yang diperoleh.
  • Panen dapat dilakukan secara total, yaitu dengan mengangkat seluruh tanaman atau secara berkala dengan pemetikan sebagian dari tanaman yang sudah besar serta menyisihkan sebagian untuk tumbuh dan berkembang lagi.

Hama dan Penyakit

Penyebab kegagalan budidaya rumput laut adalah masalah hama dan penyakit. Penyakit yang sering timbul pada rumput laut, khususnya dari jenis K. alvarezii adalah penyakit yang dikenal dengan nama "ice - ice" yang menyebabkan tanaman tampak memutih, kemudian mati. Ini disebabkan oleh terjadinya perubahan lingkungan yang ekstrim (arus, suhu dan kecerahan) sehingga dapat menimbulkan infeksi sekunder oleh mikroorganisme. Sedangkan hama rumput laut jenis ini antara lain bulu babi, bulu babi duri pendek, ikan beronang, bintang laut, dan penyu hijau. cara menghindari organisme tersebut yaitu dengan pemagaran di sekeliling tanaman dengan jaring.

Penanganan Pasca Panen

Hasil panen dijemur di bawah sinar matahari selama 2 - 3 hari. Rumput laut dapat dijemur beralaskan waring atau anyaman bambu, para - para, atau digantung dengan tali risnya, untuk menghindari kotoran. Rumput laut dikatakan sudah kering apabila telah kelihatan mersik/kaku, dan butiran - butiran garam sudah menempel di permukaan runput laut. Setelah kering dicuci air laut dengan menggunakan keranjang bambu, dengan cara dicelupkan ke dalam laut sambil digoyang - goyangkan. Penjemuran ulang dilakukan sehingga betul - betul kering kemudian dimasukkan ke dalam kantong atau karung. Selama penjemuran rumput laut tidak boleh terkena air hujan karena dapat mengakibatkan kerusakan.

27 Maret 2009

Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos) Secara Intensif

Budidaya bandeng di tambak sebetulnya sudah dilakukan sejak 14 abad yang lalu. Sejak saat itu bandeng menjadi sumber protein utama masyarakat pantai, bahkan sampai saat ini bandeng merupakan ikan yang paling banyak diproduksi untuk konsumsi di Indonesia selain untuk umpan tuna. Bandeng merupakan satu diantara komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan strategis dibandingkan komoditas perikanan lainnya dalam hal : (1) teknologi pembesaran dan pembenihan telah dikuasai dan berkembang di masyarakat, (2) kebutuhan prasyarat hidup kurang memenuhi kriteria kelayakan yang tinggi dan toleran terhadap perubahan mutu lingkungan, (3) preferensi konsumsi cukup tinggi dan bervariasi, (4) pemasok protein ikan yang potensial bagi pemenuhan kebutuhan gizi serta pendapatan masyarakat petambak dan nelayan. Selain itu dewasa ini bandeng ukuran sedang (15 - 20 cm) panjang total atau berat 50 - 200 g, banyak diminta dalam bentuk segar, maupun hidup untuk umpan tuna dan cakalang. Produksi bandeng sampai saat ini relatif masih rendah yaitu berkisar 500 - 1000 kg/ha/th. Dengan teknologi maju produksi bandeng dapat ditingkatkan sampai 500%.

Pemilihan Lokasi

Budidaya bandeng dapat dilakukan baik di tambak yang bermasalah ataupun tidak bermasalah. Tambak udang intensif masih layak untuk budidaya bandeng teknologi maju. Sebaiknya tambak dibuat dengan ukuran 0,5 - 1 ha/petak.

Persiapan Lahan

Persiapan lahan meliputi pengeringan, pemberantasan hama menggunakan racun selektif yaitu saponin dengan dosis 20 ppm. Sedangkan pemupukan anorganik (Urea dan TSP) masing-masing dengan dosis 100 dan 150 kg/ha dan pupuk organik 1 ton/ha. Setiap 2 minggu diadakan pemupukan susulan sebanyak 10% dari pupuk awal.

Cara Pemeliharaan

Pemeliharaan diawali dengan pendederan selama 2 minggu. Kemudian gelondongan ditebar ke petak pembesaran dengan kepadatan 50.000 ekor/ha.

  • Pemberian pakan tambahan dimulai 3 - 4 minggu setelah penebaran dengan dosis pakan disesuaikan dengan bobot tubuh (BB) ikan hasil sampling. Minggu setelah penebaran dengan dosis pakan disesuaikan dengan bobot tubuh (BB) ikan hasil sampling. Minggu pertama pakan diberikan di suatu tempat dan minggu kedua semi keliling searah dengan arah angin.
  • Pergantian air sebanyak 20% setiap minggu sekali. Setelah masa pemeliharaan 2 bulan pergantian air hendaknya dilakukan 3 hari sekali.
  • Panen dilakukan setelah umur 4 bulan dengan sintasan 85 - 90% dan rasio konversi pakan (RKP) 1,2.

Cara Panen

  • Panen dilakukan dengan cara menghadang menggunakan jaring arat dengan ukuran mata jaring 1 inci.
  • Hasil panen diseleksi untuk ukuran yang diinginkan sedangkan ukuran kecil langsung dilepaskan ke petakan yang telah dipersiapkan.

25 Maret 2009

Budidaya Ikan Nemo/Clown (Amphiprion ocellaris)

Pemeliharaan Induk

Penangkapan ikan nemo dengan menggunakan jaring dan wadah yang digunakan untuk pemeliharaan ikan adalah akuarium dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 30 cm, volume air sekitar 60 liter. Untuk media penempelan telaur dapat digunakan pipa PVC maupun segitiga semen. Ukuran induk yang digunakan dengan panjang total 4 - 9 cm. Induk jantan yang berukuran lebih kecil dipasangkan dengan induk betina yang berukuran lebih besar. Ikan ini bersifat hermaprodit protandri. Pakan yang diberikan dapat berupa pakan buatan, jentik nyamuk, jembret (Mesopodopsis), cacing darah dan ikan rucah.

Pemijahan

Induk memijah secara alami setelah dipelihara sekitar 1 - 3 bulan. Pasangan induk yang produktif akan memijah setiap 9 - 14 hari secara terus menerus sampai lebih dari 50 kali. Induk bertelur pada siang hingga sore hari dan telur akan menempel pada media (seperti segitiga semen, pipa PVC, maupun pada sudut akuarium). Jumlah telur mencapai 130 - 1700 butir. Telur akan dijaga oleh induknya selama 6 hari dan menetas pada hari ke 7 hal ini sangat dipengaruhi oleh suhu air.

Perkembangan Larva

Larva yang baru menetas mempunyai ukuran panjang total 4 mm dengan oil globule 150 - 180 mikrometer, kuning telur 250 - 320 mikrometer dan mulut sudah terbuka, lebar mulut pada larva D-1400 mikrometer. Biasanya larva menetas pagi hari. Larva yang baru menetas diberi Nannochloropsis dan rotifer, sedangkan pakan buatan dan nauplii artemia, biasanya diberikan pada saat larva berumur 9 hari. Dari hasil pemeliharaan larva selama 30 hari, diperoleh benih dengan panjang total 1,4 - 2,2 cm.

Pemeliharaan Benih

Juvenil yang dipanen dengan ukuran 1,4 - 2,2 cm dapat diberi pakan buatan saja atau artemia, rotifer dan copepoda. Pemberian pakan sangat berpengaruh terhadap kualitas kecerahan warna benih karena salah satu daya tarik ikan hias adalah warna tubuhnya.

23 Maret 2009

Humpback Grouper Culture (Cromileptes altivelis)

Site Selection

The culture site has to be protected from high waves and a ratting wind. Also, the site is expected to have more thab 10 m water depth. Freshwater from rivers or rainfalls and drain waters from shrimp culture farms oar factories should not flow in the site.

Facilities Preparation

The suitable size of a net cage frame is 4 x 4 m. Usually, one raft is composed of four net cages. Several net cages with different mesh and cage sizes have to prepared.
Suitable net cages in each fish stage
Seed Procurement

Juveniles (4 - 10 cm TL) bred in hatcheries are available as seed almost all year round in Indonesia (more than 1 million seeds in 2001). Seed suppliers exist in North Bali, Lampung, East Java (Situbondo). The price of seed is Rp. 4,000 - 10,000 per piece of 4 - 10 cm TL. It is strongly advised to choose good quality seeds. Seed can be safely transported using oxygenated plastic bags or live tanks throughout Indonesia.

Fish Stocking

High fish stocking density often causes slow growth and high mortality in culture fish. It is recommended to maintain fish densities of less than 2 kg/m3 for fish under 10 g BW, and 7 kg/m3 for bigger fish.

Feeding

Trash fish can be used as food. However, there are difficulties in this method as follows:
- inconstant supply of trash fish
- intense work for preparation
- unstable food quality
- high investment (a freezer)
- easy pollution in the area
To prevent nutritional deficiency, trash fish should be mixed with vitamins before feeding. Juveniles reared with trash fish hardly tke dry pellets. To culture the grouper with the pellets, it is necessary to secure seed already weaned on to the pellets.

Comparation of foods

Feeding method for the grouper with dru pellets


When the cultured fish are in stress condition like after handling (for net changing, transfer) and during harsh climate, it is recommended to enrich the pellets with vitamin C at a dosage of 0.5 - 1 g/kg feed.

Budidaya Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy)

Aspek Biologi

  • Strain Blue safir warna tubuh agak keunguan

  • Strain Angsa atau soang warna tubuh cerah

  • Strain Baster warna tubuh cerah agak keputihan

  • Strain Batu warna tubuh hitam

Habitat Budidaya

  • ikan Gurami hidup di dataran rendah dengan kondisi air tenang

  • suhu optimum berkisar 27 - 30 derajat selsius, pH 7 - 8, DO 4 - 5 ppm

  • peka terhadap cahaya terutama pada malam hari

  • lebih menyukai pakan terapung atau yang ada di permukaan air

  • bersifat nokturnal atau aktif di malam hari

Perkembangbiakan

  • proses pemijahan dilakukan secara masal dengan rasio jantan : betina adalah 2 : 3

  • frekuensi pemijahan sebanyak 4 - 5 kali per tahun terutama pada awal musim penghujan

  • jumlah telur yang dihasilkan berkisar 2000 - 5000 butir per induk dengan sifat telur terapung

  • perilaku saat memijah dimana induk akan membuat sarang untuk tempat meletakkan telur saat menjelang malam hari

Sistem Budidaya

  • Pemilihan induk : jenis induk yang baik yaitu memiliki sisik besar dan teratur, warna tubuh cerah dan merata serta gerakannya lincah
  • ukuran induk jantan berat 2 - 2,5 kg, umur 2 tahun, tonjolan pada kelaminnya terlihat jelas dan memiliki tubuh kekar serta gerakannya lincah
  • ukuran induk betina dengan berat 2,5 - 3 kg, umur 2 tahun, bentuk perut membulat dan alat kelaminnya berwarna kemerahan
  • Pematangan gonad : dilakukan di kolam tanah dengan padat penebaran induk 1 - 2 ekor per 10 m. Pakan yang digunakan berupa pelet dengan kandungan protein 26 - 28%, frekuensi pemberian pakan 1- 2% dari bobot badan per hari dan daun sente dengan frekuensi 5% per hari dari bobot tubuh induk. Proses pematangan gonad dilakukan dengan sistim terpisah antara jantan dan betina dengan masa pemeliharaan selama 1- 2 bulan
  • Persiapan kolam pemijahan : luas kolam minimal 25 meter persegi dengan kedalaman 70 - 80 cm. Pada setiap sisi pematang dibiarkan tumbuh rumput. Siapkan dan tempatkan meja dari bahan anyaman bambu di bagian tengah kolam dan terendam sedalam 10 cm di bawah permukaan air sebagai tempat meletakkan bahan pembuatan sarang oleh induk ikan gurami. Bahan pembuatan sarang dapat berupa ijuk/serat karung atau tali rapia
  • Pemijahan : masukkan induk ke dalam kolam pemijahan pada sore hari dengan padat penebaran 1 pasang induk per 10 - 15 meter. Adapun ciri - ciri sarang yang telah berisi telur diantaranya terdapat genangan minyak pada permukaan air di atas sarang, sarang sudah tertutuo, tercium bau amis yang cukup menyengat di sekitar kolam pemijahan, induk jantan terlihat berjaga - jaga di depan sarang, dan jika sarang ditusuk dengan jari akan terlihat telur yang keluar
  • Penetasan : sarang yang telah terisi telur kemudian diangkat dari kolam kemudian dilakukan kegiatan - kegiatan antara lain a) memisahkan telur dari sarangnya dengan hati - hati, b) masukkan telur ke dalam bak plastik yang telah diisi air bersih dengan kepadatan telur 100 - 150 butir per liter air, c) setelah 2 - 3 hari maka telur akan menetas, sedangkan telur yang tidak menetas akan berwarna putih dan berjamur sehingga harus segera dibuang, d) pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak 2/3 volume total, e) lama pemeliharaan dalam bak plastik adalah 7 - 10 hari
  • Pendederan I : a) persiapan kolam dilakukan pemupukan dengan menggunakan kotoran ayam sebanyak 250 g/m2, UREA TSP sebanyak 5 g/m2, dan pengapuran 200 g/m2 dengan kedalaman air kolam pendederan I adalah 40 cm, b) penebaran benih lepas bak plastik dilakukan pada saat suhu rendah dengan padat penebaran 150 - 200 ekor/m, c) pakan yang digunakan berupa pelet halus sebanyak 10 - 15% bobot badan per hari. Sebagai pakan tambahan diberikan lemna pada kolam pendederan setelah berumur 1 bulan, d) setelah pemeliharaan selama 1 - 1,5 bulan maka telah mencapai ukuran panen dengan berat rata - rata sekitar 1 - 2 gram dengan tingkat kematian sebesar 20%
  • Pendederan II : kedalaman air yang digunakan yaitu 40 - 50 cm dan padat penebaran 75 - 100 ekor/m, pakan yang diberikan berupa pelet yang diremahkan sebanyak 4 - 5% bobot badan per hari ditambah daun sente sebanyak 5%. Setelah pemeliharaan selama 2 - 2,5 bulan berat mencapai 50 gr/ekor dengan tingkat kematian sebesar 5 - 10%
  • Pendederan III : kedalaman air yang digunakan 50 - 60 cm dan padat penebaran sebanyak 10 - 20 ekor/m dengan ukuran benih yang ditebar sekitar 50 gr/ekor. Pakan pelet yang diberikan sebanyak 3% dari bobot badan per hari ditambah daun sente sebanyak 5%. Setelah pemeliharaan sekitar 3 bulan diperoleh berat sekitar 200 - 300 gr/ekor dengan tingkat kematian sebesar 5%.