29 Maret 2009

Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)

Budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan pendapatan petani atau nelayan serta pemanfaatan lahan di pesisir pantai. Teknologi yang sederhana, daya serap pasar yang tinggi dan biaya produksi yang rendah merupakan kelebihan usaha budidaya rumput laut dibandingkan komoditas perikanan lainnya. Faktor penting yang sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya rumput laut antara lain pemilihan lokasi, penggunaan bibit, metode budidaya serta penanganan selama pemeliharaan.

Pemilihan Lokasi

Agar mendapatkan lokasi budidaya yang tepat harus mempertimbangkan faktor resiko, pencapaian dan ekologis yang meliputi:

  • Lokasi harus terlindung dari terpaan angin dan gelombang yang besar untuk menghindari kerusakan fisik rumput laut

  • Dasar perairan yang baik bagi pertumbuhan rumput laut (Kappaphycus sp.) adalah potongan karang mati bercampur dengan pasir karang

  • Kedalaman berkisar antara 30 - 50 cm pada surut terendah, agar tidak mengalami kekeringan karena terkena sinar matahari secara langsung

  • Salinitas perairan berkisar antara 28 - 34 ppt dengan nilai optimum 32 ppt

  • Suhu perairan berkisar 27 - 30 derajat selsius

  • Kecerahan dengan angka transparansi sekitar 1,5 m

  • Kisaran pH antara 6 - 9 dan diharapkan mencapai nilai optimal dengan kisaran 7,5 - 8,0

  • Kecepatan arus yang dianggap baik berkisar antara 20 - 40 cm/detik

  • Mudah dijangkau atau dekat dengan sarana dan prasarana transportasi

Pemilihan Bibit

Pemilihan bibit dalam budidaya rumput laut merupakan hal yang sangat penting. Hal - hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

  • Bibit yang berupa stek dipilih dari tanaman yang segar, dapat diambil dari alam, tanaman budidaya, atau hasil kultur jaringan.
  • Bibit unggul mempunyai ciri bercabang banyak.
  • Bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi usaha budidaya dalam jumlah yang memadai.
  • Pengangkutan bibit harus dilakukan dengan hati - hati dan cermat, dimana bibit harus tetap dalam keadaan basah.
  • Sebelum ditanam, bibit dikumpulkan pada tempat tertentu, seperti di keranjang atau jaring yang bermata kecil dan terhindar dari tumpahan bahan bakar minyak, kehujanan, dan kekeringan.

Metode Budidaya

Pada umumnya metode budidaya rumput laut K. alvarezii yang berkembang saat ini adalah metode permukaan (rakit atau tali rentang atau long line) dan metode lepas dasar. Sedangkan metode dasar atau metode sebar sudah jarang dilakukan.

Metode Permukaan :

  • Metode Rakit
    Bahan yang diperlukan adalah bibit tanaman rumput laut, potongan bambu berdiameter 8 - 12 cm, panjang 2,5 dan 5 meter, potongan bambu penyiku berdiameter 5 - 10 cm, tali rafia, tali pengikat bambu berdiameter 6 mm, tali ris diameter 4 mm, tali jangkar diameter 12 - 15 mm, serta jangkar dari besi, bongkah batu, atau adukan pasir. rakit dibuat dari bambu berukuran 2,5 x 5 m2, dimana satu unit usaha budidaya umumnya 10 rakit yang dirangkai dengan formasi 2 x 5 rakit. Bibit dengan kisaran bobot 50 - 150 gram diikat pada tali ris dengan jarak antar simpul 20 - 25 cm.
  • Metode Tali Bentang/Long Line
    Bibit dengan kisaran bobot 50 - 150 gram diikat pada tali bentangan nilon sepanjang 30 m dengan jarak antar simpul 15 cm. Setiap kali bentangan diberi pelampung sebanyak 5 buah untuk menjaga kestabilan bibit pada kedalaman 10 cm di bawah permukaan air selama pemeliharaan, Tali bentangan diikat pada tali ris utama dengan jarak 80 cm antar bentangan.

Metoda Lepas Dasar :

Bibit dengan berat 100 gram diikatkan pada seutas tali yang direntangkan dalam air dengan bantuan tiang pantang atau patok. Patok bambu atau kayu sepanjang 1 m ditancapkan sampai kira - kira setengah meter dan jarak tiap baris adalah 2,5 m.

Pemeliharaan dan Pemanenan

Selama pemliharaan, hal - hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

  • Pembersihan tanaman atau tumbuhan penempel atau benda - benda lainnya.
  • Penggantian tanaman yang rusak atau hilang dengan yang baru.
  • Perbaikan bangunan budidaya, seperti halnya tali atau jaring yang putus, tiang - tiang pancang yang tercabut dan bambu atau kayu yang patah.
  • Panen umumnya dilakukan bila tanaman telah mencapai berat 400 - 600 gram atau sekitar 30 - 45 hari sekali setelah panen berikutnya, hal ini sangat penting sehubungan dengan produksi karaginan yang diperoleh.
  • Panen dapat dilakukan secara total, yaitu dengan mengangkat seluruh tanaman atau secara berkala dengan pemetikan sebagian dari tanaman yang sudah besar serta menyisihkan sebagian untuk tumbuh dan berkembang lagi.

Hama dan Penyakit

Penyebab kegagalan budidaya rumput laut adalah masalah hama dan penyakit. Penyakit yang sering timbul pada rumput laut, khususnya dari jenis K. alvarezii adalah penyakit yang dikenal dengan nama "ice - ice" yang menyebabkan tanaman tampak memutih, kemudian mati. Ini disebabkan oleh terjadinya perubahan lingkungan yang ekstrim (arus, suhu dan kecerahan) sehingga dapat menimbulkan infeksi sekunder oleh mikroorganisme. Sedangkan hama rumput laut jenis ini antara lain bulu babi, bulu babi duri pendek, ikan beronang, bintang laut, dan penyu hijau. cara menghindari organisme tersebut yaitu dengan pemagaran di sekeliling tanaman dengan jaring.

Penanganan Pasca Panen

Hasil panen dijemur di bawah sinar matahari selama 2 - 3 hari. Rumput laut dapat dijemur beralaskan waring atau anyaman bambu, para - para, atau digantung dengan tali risnya, untuk menghindari kotoran. Rumput laut dikatakan sudah kering apabila telah kelihatan mersik/kaku, dan butiran - butiran garam sudah menempel di permukaan runput laut. Setelah kering dicuci air laut dengan menggunakan keranjang bambu, dengan cara dicelupkan ke dalam laut sambil digoyang - goyangkan. Penjemuran ulang dilakukan sehingga betul - betul kering kemudian dimasukkan ke dalam kantong atau karung. Selama penjemuran rumput laut tidak boleh terkena air hujan karena dapat mengakibatkan kerusakan.

27 Maret 2009

Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos) Secara Intensif

Budidaya bandeng di tambak sebetulnya sudah dilakukan sejak 14 abad yang lalu. Sejak saat itu bandeng menjadi sumber protein utama masyarakat pantai, bahkan sampai saat ini bandeng merupakan ikan yang paling banyak diproduksi untuk konsumsi di Indonesia selain untuk umpan tuna. Bandeng merupakan satu diantara komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan strategis dibandingkan komoditas perikanan lainnya dalam hal : (1) teknologi pembesaran dan pembenihan telah dikuasai dan berkembang di masyarakat, (2) kebutuhan prasyarat hidup kurang memenuhi kriteria kelayakan yang tinggi dan toleran terhadap perubahan mutu lingkungan, (3) preferensi konsumsi cukup tinggi dan bervariasi, (4) pemasok protein ikan yang potensial bagi pemenuhan kebutuhan gizi serta pendapatan masyarakat petambak dan nelayan. Selain itu dewasa ini bandeng ukuran sedang (15 - 20 cm) panjang total atau berat 50 - 200 g, banyak diminta dalam bentuk segar, maupun hidup untuk umpan tuna dan cakalang. Produksi bandeng sampai saat ini relatif masih rendah yaitu berkisar 500 - 1000 kg/ha/th. Dengan teknologi maju produksi bandeng dapat ditingkatkan sampai 500%.

Pemilihan Lokasi

Budidaya bandeng dapat dilakukan baik di tambak yang bermasalah ataupun tidak bermasalah. Tambak udang intensif masih layak untuk budidaya bandeng teknologi maju. Sebaiknya tambak dibuat dengan ukuran 0,5 - 1 ha/petak.

Persiapan Lahan

Persiapan lahan meliputi pengeringan, pemberantasan hama menggunakan racun selektif yaitu saponin dengan dosis 20 ppm. Sedangkan pemupukan anorganik (Urea dan TSP) masing-masing dengan dosis 100 dan 150 kg/ha dan pupuk organik 1 ton/ha. Setiap 2 minggu diadakan pemupukan susulan sebanyak 10% dari pupuk awal.

Cara Pemeliharaan

Pemeliharaan diawali dengan pendederan selama 2 minggu. Kemudian gelondongan ditebar ke petak pembesaran dengan kepadatan 50.000 ekor/ha.

  • Pemberian pakan tambahan dimulai 3 - 4 minggu setelah penebaran dengan dosis pakan disesuaikan dengan bobot tubuh (BB) ikan hasil sampling. Minggu setelah penebaran dengan dosis pakan disesuaikan dengan bobot tubuh (BB) ikan hasil sampling. Minggu pertama pakan diberikan di suatu tempat dan minggu kedua semi keliling searah dengan arah angin.
  • Pergantian air sebanyak 20% setiap minggu sekali. Setelah masa pemeliharaan 2 bulan pergantian air hendaknya dilakukan 3 hari sekali.
  • Panen dilakukan setelah umur 4 bulan dengan sintasan 85 - 90% dan rasio konversi pakan (RKP) 1,2.

Cara Panen

  • Panen dilakukan dengan cara menghadang menggunakan jaring arat dengan ukuran mata jaring 1 inci.
  • Hasil panen diseleksi untuk ukuran yang diinginkan sedangkan ukuran kecil langsung dilepaskan ke petakan yang telah dipersiapkan.

25 Maret 2009

Budidaya Ikan Nemo/Clown (Amphiprion ocellaris)

Pemeliharaan Induk

Penangkapan ikan nemo dengan menggunakan jaring dan wadah yang digunakan untuk pemeliharaan ikan adalah akuarium dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 30 cm, volume air sekitar 60 liter. Untuk media penempelan telaur dapat digunakan pipa PVC maupun segitiga semen. Ukuran induk yang digunakan dengan panjang total 4 - 9 cm. Induk jantan yang berukuran lebih kecil dipasangkan dengan induk betina yang berukuran lebih besar. Ikan ini bersifat hermaprodit protandri. Pakan yang diberikan dapat berupa pakan buatan, jentik nyamuk, jembret (Mesopodopsis), cacing darah dan ikan rucah.

Pemijahan

Induk memijah secara alami setelah dipelihara sekitar 1 - 3 bulan. Pasangan induk yang produktif akan memijah setiap 9 - 14 hari secara terus menerus sampai lebih dari 50 kali. Induk bertelur pada siang hingga sore hari dan telur akan menempel pada media (seperti segitiga semen, pipa PVC, maupun pada sudut akuarium). Jumlah telur mencapai 130 - 1700 butir. Telur akan dijaga oleh induknya selama 6 hari dan menetas pada hari ke 7 hal ini sangat dipengaruhi oleh suhu air.

Perkembangan Larva

Larva yang baru menetas mempunyai ukuran panjang total 4 mm dengan oil globule 150 - 180 mikrometer, kuning telur 250 - 320 mikrometer dan mulut sudah terbuka, lebar mulut pada larva D-1400 mikrometer. Biasanya larva menetas pagi hari. Larva yang baru menetas diberi Nannochloropsis dan rotifer, sedangkan pakan buatan dan nauplii artemia, biasanya diberikan pada saat larva berumur 9 hari. Dari hasil pemeliharaan larva selama 30 hari, diperoleh benih dengan panjang total 1,4 - 2,2 cm.

Pemeliharaan Benih

Juvenil yang dipanen dengan ukuran 1,4 - 2,2 cm dapat diberi pakan buatan saja atau artemia, rotifer dan copepoda. Pemberian pakan sangat berpengaruh terhadap kualitas kecerahan warna benih karena salah satu daya tarik ikan hias adalah warna tubuhnya.

23 Maret 2009

Humpback Grouper Culture (Cromileptes altivelis)

Site Selection

The culture site has to be protected from high waves and a ratting wind. Also, the site is expected to have more thab 10 m water depth. Freshwater from rivers or rainfalls and drain waters from shrimp culture farms oar factories should not flow in the site.

Facilities Preparation

The suitable size of a net cage frame is 4 x 4 m. Usually, one raft is composed of four net cages. Several net cages with different mesh and cage sizes have to prepared.
Suitable net cages in each fish stage
Seed Procurement

Juveniles (4 - 10 cm TL) bred in hatcheries are available as seed almost all year round in Indonesia (more than 1 million seeds in 2001). Seed suppliers exist in North Bali, Lampung, East Java (Situbondo). The price of seed is Rp. 4,000 - 10,000 per piece of 4 - 10 cm TL. It is strongly advised to choose good quality seeds. Seed can be safely transported using oxygenated plastic bags or live tanks throughout Indonesia.

Fish Stocking

High fish stocking density often causes slow growth and high mortality in culture fish. It is recommended to maintain fish densities of less than 2 kg/m3 for fish under 10 g BW, and 7 kg/m3 for bigger fish.

Feeding

Trash fish can be used as food. However, there are difficulties in this method as follows:
- inconstant supply of trash fish
- intense work for preparation
- unstable food quality
- high investment (a freezer)
- easy pollution in the area
To prevent nutritional deficiency, trash fish should be mixed with vitamins before feeding. Juveniles reared with trash fish hardly tke dry pellets. To culture the grouper with the pellets, it is necessary to secure seed already weaned on to the pellets.

Comparation of foods

Feeding method for the grouper with dru pellets


When the cultured fish are in stress condition like after handling (for net changing, transfer) and during harsh climate, it is recommended to enrich the pellets with vitamin C at a dosage of 0.5 - 1 g/kg feed.

Budidaya Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy)

Aspek Biologi

  • Strain Blue safir warna tubuh agak keunguan

  • Strain Angsa atau soang warna tubuh cerah

  • Strain Baster warna tubuh cerah agak keputihan

  • Strain Batu warna tubuh hitam

Habitat Budidaya

  • ikan Gurami hidup di dataran rendah dengan kondisi air tenang

  • suhu optimum berkisar 27 - 30 derajat selsius, pH 7 - 8, DO 4 - 5 ppm

  • peka terhadap cahaya terutama pada malam hari

  • lebih menyukai pakan terapung atau yang ada di permukaan air

  • bersifat nokturnal atau aktif di malam hari

Perkembangbiakan

  • proses pemijahan dilakukan secara masal dengan rasio jantan : betina adalah 2 : 3

  • frekuensi pemijahan sebanyak 4 - 5 kali per tahun terutama pada awal musim penghujan

  • jumlah telur yang dihasilkan berkisar 2000 - 5000 butir per induk dengan sifat telur terapung

  • perilaku saat memijah dimana induk akan membuat sarang untuk tempat meletakkan telur saat menjelang malam hari

Sistem Budidaya

  • Pemilihan induk : jenis induk yang baik yaitu memiliki sisik besar dan teratur, warna tubuh cerah dan merata serta gerakannya lincah
  • ukuran induk jantan berat 2 - 2,5 kg, umur 2 tahun, tonjolan pada kelaminnya terlihat jelas dan memiliki tubuh kekar serta gerakannya lincah
  • ukuran induk betina dengan berat 2,5 - 3 kg, umur 2 tahun, bentuk perut membulat dan alat kelaminnya berwarna kemerahan
  • Pematangan gonad : dilakukan di kolam tanah dengan padat penebaran induk 1 - 2 ekor per 10 m. Pakan yang digunakan berupa pelet dengan kandungan protein 26 - 28%, frekuensi pemberian pakan 1- 2% dari bobot badan per hari dan daun sente dengan frekuensi 5% per hari dari bobot tubuh induk. Proses pematangan gonad dilakukan dengan sistim terpisah antara jantan dan betina dengan masa pemeliharaan selama 1- 2 bulan
  • Persiapan kolam pemijahan : luas kolam minimal 25 meter persegi dengan kedalaman 70 - 80 cm. Pada setiap sisi pematang dibiarkan tumbuh rumput. Siapkan dan tempatkan meja dari bahan anyaman bambu di bagian tengah kolam dan terendam sedalam 10 cm di bawah permukaan air sebagai tempat meletakkan bahan pembuatan sarang oleh induk ikan gurami. Bahan pembuatan sarang dapat berupa ijuk/serat karung atau tali rapia
  • Pemijahan : masukkan induk ke dalam kolam pemijahan pada sore hari dengan padat penebaran 1 pasang induk per 10 - 15 meter. Adapun ciri - ciri sarang yang telah berisi telur diantaranya terdapat genangan minyak pada permukaan air di atas sarang, sarang sudah tertutuo, tercium bau amis yang cukup menyengat di sekitar kolam pemijahan, induk jantan terlihat berjaga - jaga di depan sarang, dan jika sarang ditusuk dengan jari akan terlihat telur yang keluar
  • Penetasan : sarang yang telah terisi telur kemudian diangkat dari kolam kemudian dilakukan kegiatan - kegiatan antara lain a) memisahkan telur dari sarangnya dengan hati - hati, b) masukkan telur ke dalam bak plastik yang telah diisi air bersih dengan kepadatan telur 100 - 150 butir per liter air, c) setelah 2 - 3 hari maka telur akan menetas, sedangkan telur yang tidak menetas akan berwarna putih dan berjamur sehingga harus segera dibuang, d) pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak 2/3 volume total, e) lama pemeliharaan dalam bak plastik adalah 7 - 10 hari
  • Pendederan I : a) persiapan kolam dilakukan pemupukan dengan menggunakan kotoran ayam sebanyak 250 g/m2, UREA TSP sebanyak 5 g/m2, dan pengapuran 200 g/m2 dengan kedalaman air kolam pendederan I adalah 40 cm, b) penebaran benih lepas bak plastik dilakukan pada saat suhu rendah dengan padat penebaran 150 - 200 ekor/m, c) pakan yang digunakan berupa pelet halus sebanyak 10 - 15% bobot badan per hari. Sebagai pakan tambahan diberikan lemna pada kolam pendederan setelah berumur 1 bulan, d) setelah pemeliharaan selama 1 - 1,5 bulan maka telah mencapai ukuran panen dengan berat rata - rata sekitar 1 - 2 gram dengan tingkat kematian sebesar 20%
  • Pendederan II : kedalaman air yang digunakan yaitu 40 - 50 cm dan padat penebaran 75 - 100 ekor/m, pakan yang diberikan berupa pelet yang diremahkan sebanyak 4 - 5% bobot badan per hari ditambah daun sente sebanyak 5%. Setelah pemeliharaan selama 2 - 2,5 bulan berat mencapai 50 gr/ekor dengan tingkat kematian sebesar 5 - 10%
  • Pendederan III : kedalaman air yang digunakan 50 - 60 cm dan padat penebaran sebanyak 10 - 20 ekor/m dengan ukuran benih yang ditebar sekitar 50 gr/ekor. Pakan pelet yang diberikan sebanyak 3% dari bobot badan per hari ditambah daun sente sebanyak 5%. Setelah pemeliharaan sekitar 3 bulan diperoleh berat sekitar 200 - 300 gr/ekor dengan tingkat kematian sebesar 5%.